Tuesday 3 May 2016

Memutuskan pindah ke negara lain

Pindah ke negara lain itu bukan urusan mudah, ada banyak dokuments dan syarat yang harus di penuhi, dan semua nya butuh dana. Setelah dokuments, syarat dan dana terpenuhi, berikut nya adalah memantapkan hati ! Ini hal yang rumit, karena bukan hati kamu aja yang harus di mantapkan tapi juga hati orang tua. Tapi tenang aja, gue udah pernah di situasi ini kok ! Pergi meninggalkan keluarga di usia 19 th, bukan untuk study atau berlibur, tapi untuk menikah menikah, pindah nya pun bukan ke kota lain atau kabupaten lain, pindah nya ke negara lain, melintasi samudra, dan beberapa jam di pesawat. Perjalanan panjang ini udah gue lewatin dan ternyata ada pelangi setelah hujan. Perasaan cemas, khawatir, binggung, tak yakin, dan lain nya tentang masa depan pasti ada, curiga dan khawatir tentang suami masa depan pasti juga ada, perasaan takut bikin malu keluarga kalo akhir nya harus pulang karena gagal membina rumah tangga juga ada. Tapi yang menjadi fokus gue saat itu, gue cinta sama Ed, semua perjuangan panjang Ed demi membawa gue kemari, dan semua keseriusan cinta Ed. itu yang mengalahkan segala nya dan akhir nya gue disini. Gue agak kasihan sama Ed, dia udah berkorban mati2an demi gue disini, bukan hanya materi tapi juga support secara emosional. Mengorbankan waktu, tenaga dan emosi demi gue, apa iya gue setega itu memutuskan dia hanya karena kekhawatiran gue. Kecemasan ortu gue terbayar saat Ed ngundang ortu gue buat liburan dan tinggal di rumah kita. Setelah itu ortu gue sangat berubah total. Pertama ibu gue lalu ibu gue mempengaruhi bapak gue dan akhir nya kedua nya bahagia atas keputusan gue buat menetap disini. Setelah gue pindah kesini, banyak lika liku yang gue dan Ed hadapin, kita beda budaya, beda bahasa, beda kepercayaan (Ed gak punya agama dan gue beragama), beda makanan, dan cuaca disini berbeda dengan cuaca di Indo. Otomatis perasaan kangen rumah itu ada, kangen masakan ibu, kangen suasana rumah, dll. Pernah terpikir untuk kembali ke Indo karena gue putus harapan untuk belajar bahasa sini, tapi akhir nya dengan dukungan dari Ed, akhirnya gue berhasil belajar bahasa inggris sendiri lewat tv, koran dan radio. Hingga akhir nya sekarang gue selesai study dan kerja. Itu udah gue lewatin, bertengkar, adu mulut dengan Ed, dan beda kebiasaan, dll itu udah tinggal kenangan. Gue dan Ed sekarang lebih tolerant satu sama lain. Menerima orang yang berbeda untuk tinggal serumah itu gak mudah, butuh proses, ada pertengkaran batin dan fisik, namun di akhir always acceptance. Ini merupakan bagian dari proses perubahan di kehidupan.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.